HUMBAHAS – Perpisahan siswa sekolah murid kelas VI di SD Negeri 173395 Doloksanggul tahun 2024 diduga menjadi ajang pungli. Pasalnya, proses perpisahan yang di gelar pihak sekolah tersebut membutuhkan biaya yang dikutip dari orang tua/wali siswa.
Berdasarkan informasi yang diterima wartawan Minggu (16/6/2024), melalui sebuah surat yang dikeluarkan pihak sekolah bernomor: 4212/310/SDN173395/V/2024 perihal Kegiatan Pelepasan Siswa Kelas VI, masing-masing orang tua siswa/wali diwajibkan akan membayar sejumlah uang.
Uang yang dipungut nominalnya bervariasi tergantung jumlah anak yang akan ikut pada kegiatan itu. Setiap per 1 siswa dan per 1 orang tua dibebankan Rp 25.000,- di luar biaya sarana dan prasarana. Jika misalnya 1 siswa dan 1 orang tua, maka biayanya dipungut sebanyak Rp 25.000 x 2 = Rp 50.000,-. Kemudian ditambah lagi uang sarana dan prasarana senilai Rp 50.000,-. Maka total yang harus dibayar per 1 siswa dengan 1 orang tua adalah Rp 100.000,-.
Di dalam surat tersebut dibubuhi tanda tangan dan stempel Kepala Sekolah SDN 173395 Doloksanggul Tettyana Simamora. Juga lengkap tanda tangan dan stempel Ketua Komite Sekolah Manosor Sihombing dan Ketua Pelaksana Dermawan Lubis.
Hingga kini, pihak sekolah belum berhasil dikonfirmasi terkait dugaan pungli tersebut. Dinas Pendidikan Kabupaten Humbahas juga belum memberikan keterangan.
Sebelumnya, Praktisi Hukum Posma Otto Manalu, SH, MH pernah menyampaikan, bahwa pada dasarnya pungutan dalam bentuk apapun tidak dibenarkan diadakan di sekolah, terlebih lagi pungutan tersebut memberatkan wali murid untuk membayarnya.
Dasar acuan satuan pendidikan untuk tidak melakukan pungutan adalah Permendikbud RI No. 44 Tahun 2012 tentang Pungutan dan Sumbangan Biaya Pendidikan. Dalam Pasal 9 ayat (1) Permendikbud no 44 tahun 2012 tersebut menyebutkan satuan pendidikan dasar yang diselenggarakan oleh pemerintah, dan/atau pemerintah daerah dilarang memungut biaya satuan pendidikan.
Kemudian pada Pasal 181 huruf d PP No. 17 Tahun 2010 menyebutkan, pendidik dan tenaga kependidikan, baik perorangan maupun kolektif, dilarang melakukan pungutan kepada peserta didik baik secara langsung maupun tidak langsung yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Lebih lanjut Otto menjelaskan, bahwa hukuman pidana bagi pelaku pungli bisa dijerat dengan Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Pidana Korupsi, khususnya Pasal 12 E dengan ancaman hukuman penjara minimal empat tahun dan maksimal 20 tahun. Pelaku pungli juga bisa dijerat dengan Pasal 368 KUHP dengan ancaman hukuman maksimal sembilan bulan. Pelaku pungli berstatus PNS dengan dijerat dengan Pasal 423 KUHP dengan ancaman maksimal enam tahun penjara.
“Sedangkan hukuman administratif bagi pelaku pelanggaran maladministrasi termasuk bagi pelaku pungli bisa dikenakan Pasal 54 hingga Pasal 58 dalam Undang-Undang No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Sanksi administratif berupa teguran lisan, teguran tertulis, penurunan pangkat, penurunan gaji berkala, hingga pelepasan dari jabatan”, pungkasnya.
(JonsonSimamora)