Simalungun – Sorbatua Siallagan seorang tetua adat dari Tanah Simalungun, dinyatakan bersalah dan dijatuhi hukuman 2 tahun penjara serta denda 1 milyar rupiah, subsider 6 bulan. Keputusan ini dibacakan di Pengadilan Negeri Simalungun, di mana suasana sidang dipenuhi dengan aksi ritual adat, tabur bunga, dan orasi yang memprotes keputusan tersebut. Sebuah papan bunga bertuliskan,
“Turut Berduka Cita atas Matinya Keadilan di Negara Ini” serta “Terima Kasih kepada Hakim atas Nilai Keadilan untuk Masyarakat Adat” turut menghiasi area pengadilan.
Sorbatua Siallagan didakwa atas tuduhan menduduki dan membakar kawasan hutan negara. Namun, dalam nota pembelaannya, Sorbatua membantah keras dakwaan tersebut. Ia menegaskan bahwa tanah yang diusahakannya adalah wilayah adat Ompu Umbak Siallagan — wilayah yang telah dikuasai dan diusahai oleh keturunannya selama 11 generasi.
Boy Raja Marpaung, penasihat hukum yang tergabung dalam Tim Advokasi Masyarakat Adat Nusantara (TAMAN), menyatakan ketidaksetujuan terhadap putusan tersebut.
“Kami tidak menerima keputusan ini karena Sorbatua jelas tidak menduduki kawasan hutan negara, melainkan wilayah adatnya sendiri,” ujarnya.
Boy Raja Marpaung mengapresiasi Hakim Agung Corry.
“Kami mengapresiasi Hakim Agung Corry Laia yang mengeluarkan dissenting opinion (perbedaan pendapat hakim), yang menyatakan bahwa Sorbatua seharusnya dibebaskan. Masalah ini seharusnya diselesaikan secara administratif sebelum mengadili sengketa lahan. Kami, sebagai penasihat hukum dan komunitas masyarakat adat Ompu Umbak Siallagan, mengucapkan terima kasih kepada hakim tersebut. Perjuangan kami masih panjang.” imbuhnya.
Di tengah persidangan, Jerni Elisa Siallagan, putri Sorbatua Tak kuasa menahan Tangis nya usai ayah nya di vonis hakim, ia menyampaikan kekecewaannya. “Ini adalah kelalaian negara yang belum juga mengesahkan kebijakan untuk mengakui dan melindungi hak masyarakat adat. Inilah sebabnya mengapa bapak saya mengalami kriminalisasi ini. Kami, keluarga, akan terus melawan,” tegas Jerni.
Sebelumnya, pada tahun 2019, Sorbatua bersama komunitas masyarakat adat pernah bertemu langsung dengan Siti Nurbaya Bakar, Menteri KLHK Republik Indonesia. Saat itu, Siti Nurbaya mengeluarkan SK tentang penyelesaian konflik antara masyarakat adat dan PT Toba Pulp Lestari. Namun, hingga kini, SK tersebut belum dilaksanakan. Sorbatua Siallagan dan keturunan Ompu Umbak Siallagan bertekad untuk terus mempertahankan wilayah adat mereka dari ancaman perusahaan perusak lingkungan seperti TPL.
(Herman Nababan)