banner 468x60
ArtikelNasionalOpini

Memberi Kritik Yang Paling Tajam adalah Dasar Dari Demokrasi 

Avatar photo
1411
×

Memberi Kritik Yang Paling Tajam adalah Dasar Dari Demokrasi 

Sebarkan artikel ini

Jakarta – Proyek Strategis Nasional atau PSN Ibu Kota Nusantara yang sedang dibangun di Kalimantan menuai kritik. Hal ini disebabkan karena selain menghabiskan uang negara dan menambah utang pemerintah, juga merusak lingkungan alam.

 

banner 468x60

 

Seorang pengamat politik, Rocky Gerung tak henti-hentinya memberi kritik kepada PSN tersebut.

 

 

Dalam video yang upload oleh salah satu channel YouTube pada bulan lalu, Rocky mengajak masyarakat serta para pemuda untuk kembali menghasilkan Indonesia yang hijau, dan janji merawat lingkungan.

 

 

“Ada yang melihat sungai ngk?” Tanya Rocky

Para hadirin pun menjawab “ngk ada.”

 

Namun, Rocky mengatakan saya melihat sungai, ini sungai sambil menunjuk ke beberapa pohon yang ada di sekitar.

 

 

Dirinya menjelaskan, bahwa pohon ada sungai di dalamnya ada kapiler. Jadi, sungai itu bukan apa yang mengalir dari gunung ke laut, tapi apa yang mengalir dari akar ke ujung daun, itu namanya sungai. Rusaknya lingkungan itu bukan hasil dari gunung meletus tapi hasil dari industri-industri yang mencemari lingkungan.” Katanya

 

 

“Dalam terminologi, kita sebut antroposen. Antroposen artinya jumlah kerusakan yang dibuat oleh manusia telah melampaui jumlah kerusakan yang dibuat oleh alam. Secara estetik Hutan Amazon lebih indah dari Gunung Sahara, tapi bila tidak gunung Sahara, hutan Amazon itu tidak bakal tumbuh lebat, karena rotasi bumi, fosfor yang ada di Gurun Sahara dalam 40 jam diterbangkan oleh angin tiba di Hutan Amazon. Jadi, Hutan Amazon itu dipupuk oleh Gunung Sahara, itu namanya cara berpikir ekologis,” jelasnya

Baca Juga :  Politik Jokowi, Aria Bima : Saya Tidak Ikhlas Apabila Jokowi Dan Gibran Dukung Capres Lain

 

 

Rocky Gerung mencontohkan Daerah Papua, bahwasanya di Papua per hari ini, ada kurang lebih 8 sampai 12000 manusia yang dalam keadaan gawat karena gagal panen dan tidak ada makanan. Padahal di Papua ada food estate tapi ada kelaparan, ini menjadi isu internasional sebab, katanya sampai kemarin ada 14 org meninggal dunia, sementara kita sibuk untuk cari utang membangun IKN.

 

 

“Sekarang hutan diubah menjadi food estate tanpa meminta ijin kepada cacing yang menyuburkan tanah, tanpa minta ijin pada ular yang menyebarkan bibit-bibit pada peradaban hewan, tanpa minta ijin pada burung yang bersarang pada pojok pohon. Keadaan krisis ekologi kita, disebabkan karena kesalahan mendesain sistem ekonomi,”

 

 

“Pak Jokowi memutuskan untuk memindahkan Ibu Kota kita dari Jakarta ke Kalimantan. Boleh saja tapi minta ijin pada masyarakat adat, minta ijin pada cacing, minta ijin pada burung, itu prinsip hukum lingkungan yang di dalam istilah singkat namanya amdal atau analisa dampak lingkungan. Jadi, dalam ilmu lingkungan, amdal harus mendahului keputusan politik.”

 

 

Namun, lanjut Rocky yang terjadi adalah Presiden Jokowi bersama kabinetnya memutuskan untuk pindahkan Ibu Kota tanpa amdal, di situ maksiatnya, disitu logikanya terbalik, istilah kereta ditaruh di depan kuda, itu konyolnya atau itu tololnya,” katanya

Baca Juga :  Kemendagri Dukung Penguatan Tata Kelola Penempatan dan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia

 

 

Dia menambahkan, teori tentang ilmu hukum berkembang, teori tentang ekonomi, berkembang, nha kita di Indonesia buta huruf terhadap itu. Itu yang kita ingin ucapkan hari ini supaya ada generasi baru yang nantinya terus menerus mempedulikan isu-isu lingkungan.

 

 

“Kita berdiskusi dengan akal dan pikiran kritis, supaya bisa menghidupkan pembicaraan kritis terhadap lingkungan karena ini menjadi problem dunia, itu yang menyebabkan saya mengkritik IKN, ngapain bikin IKN yang isinya adalah semen, batangan besi, sambil merusak ekosistem,”

 

 

Lebih lanjut, Rocky menceritakan pengalamannya yang di mana, dia bertemu dengan seorang bapak yang mengeluh karena biaya sekolah dari dua anaknya yang tidak mampu si bapak bayar. Si bapak itu akhirnya memutuskan utk membawa pulang anaknya yang satu karena tidak mampu bayar, sebab harga sawit menurun, di mana, si bapak adalah seorang Petani Sawit.

 

 

“Jadi anda lihat, janji pemerintah membatalkan harapan satu keluarga. Itu sama seperti prinsip Butterfly effect. Janji Jokowi menjaga sawit akan stabil, menjadi alasan perencanaan ekonomi keluarga. Namun sekarang harga sawit turun, lalu kita dengar kabinet bilang “iya karena itu permintaan luar negeri tidak ada,” kalau ngk ada, pemerintah mesti mampu memitigasi, misalnya dengan memberi beasiswa kepada anak petani, sebab anda (pemerintah_red) bahwa akan menstabilkan harga sawit dan itu dasar perencanaan keluarga. Sekarang harga sawit drop, akibatnya berantakan sekolahnya,”

Baca Juga :  Perbaikan Tata Kelola Industri Sawit Jadi Tugas Pemerintah Pusat dan Daerah

 

 

“Kalau kabinetnya berhasil, apakah kita musti puji? Tanya Rocky,

“Ngk, karena janji mereka adalah menaikkan ekonomi, misalnya dari 4 persen ke 7 persen. Ini kita bikin 7 persen, apakah kita kasih pujian, ngk! Karena ngk ada pujian untuk hal yang memang tugas dia, kalau dia melakukan sampai ke 12 persen kita kasih pujian karena dia melakukan sesuatu melampaui kewajiban,” ucapnya

 

 

Dia mengajak semua untuk memberi kritik yang paling tajam karena kritik yang paling tajam adalah kritik yang paling sehat. Namun sekarang yang terjadi adalah kasih kritik kasih dengan solusi dong, lho ngk ada hubungan kritik dan solusi, sebab solusi itu bonus sedangkan kritik itu adalah dasar dari demokrasi, yang mesti cari solusi adalah kabinet yang kita gaji dan anggota DPR yang kita gaji untuk mencari solusi karena kita bayar pajak kepada mereka. Jadi, kenapa dia bekerja tanpa memiliki ide dan kita yang cari solusi, lalu dia (penguasa) ngapain coba? ngaur kan di situ,” ungkap Mantan Dosen Universitas Indonesia itu

 

 

(Ridho Seran)

banner 468x60
error: Content is protected !!