banner 468x60
Kab. Simalungun

Suami Ditangkap Polisi Kedua kali, Mersi Silalahi Tinggalkan Lima Anaknya Dikampung, Demi Mencari Keadilan di Jakarta

Avatar photo
1446
×

Suami Ditangkap Polisi Kedua kali, Mersi Silalahi Tinggalkan Lima Anaknya Dikampung, Demi Mencari Keadilan di Jakarta

Sebarkan artikel ini

Jakarta – Mersi Silalahi seorang ibu (40 tahun),bercerita. Air tampak berlinang di matanya. Ia teringat akan lima anaknya ditinggalkan dikampung, empat di antaranya masih duduk di bangku sekolah.

“Saya sangat sedih, saat ini. Saya bersama-sama pejuang masyarakat adat dari Sihaporas dan Dolok Parmonangan sudah hampir tiga minggu di Jakarta. Kami bukan jalan-jalan, bukan main-main. Saya tinggalkan anak-anak, seperti anakku yang masih kecil, Avelina Ambarita, kelas lima SD Sihaporas. Apakah dia makan, apakan dia mandi, apakah bajunya ke sekolah digosok/seterika?” kata Mersi saat jumpa pers di Gedung Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) di Jalan Salemba Raya, Jakarta, Rabu (11/9/2024).

banner 468x60

Mersi adalah istri dari Thomson Ambarita, Wakil Ketua Lembaga Adat Keturunan Ompu Mamontang Laut Ambarita Sihaporas (Lamtoras) yang ditangkap polisi Senin (22/7/2024) dinihari, pukul 03.00 WIB.

Thomson dan Mersi memiliki 5 orang anak tinggal di kampung Sihaporas Aek Batu, Kecamatan Pematang Sidamanik, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara.

Thomson Ambarita (45 tahun), suami Mersi, tengah mendekam di dalam tahanan karena ditangkap personel polisi dari Polres Simalungun, Sumatera Utara, pada Senin 22 Juli, jam 03.00 WIB. Saat sedang terlelap tidur.Kala itu, puluhan personel polisi dan security PT TPL, menyerbu gubuk posko Lembaga Adat Keturunan Ompu Mamontang Laut Ambarita Sihaporas (Lamtoras) di kawasan Danau Toba, tepatnya di Buttu Pangaturan, Desa/Nagori SIhaporas, Kecamatan Pematang Sidamanik, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara.

Baca Juga :  Polri Peduli Lingkungan, Kapolres Menyalurkan Bantuan Sumur Bor dan Pompa Air ke Masyarkat Simalungun

Selain menangkap Thomson Ambarita, polisi menangkap Jonny Ambarita (49 tahun), Giovani Ambarita (29 tahun), Parando Tamba (28 tahun), dan Dosmar Ambarita (35 tahun). Baru beberapa jam kemudian mereka mengetahui bahwa kelima orang tersebut ternyata ditangkap oleh Polres Simalungun.

Selain keluarga Thomson dan Mersi, pasangan suami istri Jonny Ambarita dan Nurinda Napitu juga memiliki nasib serupa. Jonny Ambarita, menjabat Sekretaris Umum Lamtoras dan Thomson sebagai bendahara Umum Lamtoras, saat keduanya ditangkap dan terpenjara 9 bulan, September 2019 sd Juni 2020.

Mereka berdua korban kriminalisasi PT TPL, yang mengalihkan konflik agararia dan tenurial dengan provokasi pekerjanya sehingga terjadi bentrok dan tindakan fisik.

Ketua Umum Lembaga Adat Keturunan Ompu Mamontang Laut Ambarita Sihaporas (Lamtoras) Ompu Morris Ambarita mengatakan, tanah nenek moyang sudah ditempati sejak kurang lebih 220 tahun silam. Diusaha dan dihuni secara turun temurun,dan hingga ini sudah mencapai 12 generasi disihaporas.

Menurut Ompu Morris, tanah adat warisan leluhur sihaporas telah diakui penjajah Belanda. Terbukti dengan terbitnya peta Enclave 1916 (29 tahun sebelum Indonesia merdeka). sesuai dengan fakta Terdapat 6 orang tetua desa Sihaporas juga menjadi pejuang Kemerdekaan RI. Termasuk Ayahnya, Yahya Ambarita mendapat piagam legiun Veteran RI dari Menteri Pertahanan LB Moerdani tahun 1989.

Pengolahan tanah Sihaporas selama ini dilakukan secara adat ,dalam pengelolahan lahan sampai panen, dilakukan dan diwarnai tradisi ritual adat.Namun sejak hadirnya PT Inti Indorayon Utama sejak 1983,yang telah berganti nama menjadi PT Toba Pulp Lestari saat ini,semakin mempersulit keberlangsungan tradisi ritual adat ,ruang hidup,serta masa depan generasi selanjutnya,Ompu Morris menyampaikan dengan adanya jumpa pers tersebut, dampak buruk yang dilakukan PT TPL atas perampasan wilayah adat dan kriminaslisasi di dua komunitas masyarakat adat disimalungun menjadi perhatian pemerintah.

Baca Juga :  Optimalkan Restoratif Justice dalam penyelesaian Perkara, Kapolres Simalungun kembali selesaikan 61 kasus

Marta Manurung, keluarga Ketua Komunitas Adat Ompu Umbak Siallagan atau Sorbatua Siallagan. Kakek 65 tahun, kini mendekam dalam penjara setelah majelis Hakim pengadilan Negeri Simalungun menjatuhkan hukuman penjara selama dua tahun penjara dan denda Rp 1 miliar yang jika tidak dibayarkan maka diganti hukuman kurungan enam bulan,Rabu (14/8/2024).

Sorbatua terpidana atas tuduhan pengerusakan dan penguasaan lahan di Huta Dolok Parmonangan, Nagori Pondok Buluh, Kabupaten Simalungun yang izin konsesinya dipegang PT Toba Pulp Lestari.

Sorbatua ayah dari 8 anak, enam lelaki dan dua perempuan. Sorbatua dan Berliana br Manik, istrinya tinggal di rumah kecil, berlantai tanah di Dolok Parmonangan, Kecamatan Dolok Panribuan, Kabupaten Simalungun.

Marta mengaku ,telah audiensi dengan berbagai kementerian lembaga di Jakarta, untuk meminta para pegiat masyarakat adat yang jadi korban kriminalisasi oleh pihak PT TPL agar segera dibebaskan, dan hak-hakna dipulihkan. “harapan kami, pemerintah segera mengakui hak atas wilayah adat kami di komunitas masyarakat adat Lamtoras Sihaporas dan Siallagan di Dolok Parmonangan ‘ucap Marta.

Baca Juga :  Polri Peduli Lingkungan, Kapolres Sumbang Fasilitas Sumur Bor dan Pompa Air untuk Warga Simalungun

Syamsul Alam Agus, ketua Perhimpunan Pembela Masyarakat Adat Nusantara (PPMAN) mengatakan penangkapan masyarakat adat Sihaporas tidak memenuhi unsur proses hukum.

“Tidak ada surat perintah penangkapan. Tidak ada surat bukti penggeledahan dari Polres Simalungun. Karena itu, kami melapor ke Mabes Polri agar kasus ini ditarik ke Markas Besar Polisi Republik indonesia.

Syamsul menjelaskan terkait kasus pak Sorbatua Siallagan,salah satu dari tiga hakim pengadilan negeri simalungun Corry Laila “Dissenting Opinion”.Pertama,pandangan hakim yang dissenting opinion bapak sorbatua silallagan bukanlah tindakan pidana,jadi tidak boleh dihukum dan harus dibebaskan.

Karena dilakukan dengan dua dakwaan : pertama adalah pembakaran,tidak bisa dibuktikan kepada pengadilan.yang kedua adalah penguasaan lahan atau pendudukan lahan,tidak bisa dikategorikan,karena PT TPL tidak boleh mengklaim tentang status wilayah konsesi.

karena belum ditetapkan,tapi masih ditunjuk oleh SK KLHK sesuai dengan lokasi tertentu “kata Syamsul.

“Kami berharap agar pertimbangang dalil dari dissenting opinion menjadi perhatian,semoga bisa membebaskan bapak Sorbatua Siallagan sebagai keadilan untuk masyarakat adat”

Sebab baru saja Menteri KLHK mengeluarkan peraturan menteri No 10 tahun 2024, intinya memberikan perlindungan hukum bagi para pejuang lingkungan hidup.Kami juga meminta Kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) agar menghentikan proses perizinan PT Toba Pulp Lestari “tegas Syamsul.

(Risnan Ambarita)

banner 468x60
error: Content is protected !!