Topik: Perempuan dalam masyarakat kelas (III)
Oleh: Anime
“Masyarakat kelas merusak cinta”
Malaka – Apa yang harus dibahas tentang cinta dalam masyarakat kelas adalah bagaimana pertantangannya, mereka yang diuntungkan dan yang jadi korban. Polemik dan bentuk penindasannya adalah akar untuk mendalaminya.
Pandangan ini mengandung bahaya, kerangka itu memungkinkan bahwa cinta dalam ancaman, terpecah-pecah dan penuh dengan konflik. Makna dari cinta menjadi absurd. Sebab, cinta diproduksi dan diatur sedemikian rupa mengikuti logika kelas.
Karenanya, mengharapkan cinta berproses mengikuti tahapan evolusi manusia adalah kemustahilan. Malah berproses mengikuti kehendak kaum penindas.
Cinta ketika dipandang sebagai hubungan antar individu yakni laki-laki dan perempuan, maka mudah saja dipahami. Tapi, menjadi sukar dalam masyarakat kelas, cinta tak menemukan kehendak bebas. Nilainya ditentukan oleh tradisi yang telah mengakar dan tradisi baru yang sedang dicangkokkan.
Cinta dianggap sebagai komoditas atau barang dagangan. Cinta tak lebih penting dari seks. Cinta tak lebih dari sarana untuk membentuk kualitas manusia, sebagai aktivitas yang teralienasi dan tidak juga sebagai tindakan dalam kegiatan revolusioner.
Singkatnya, cinta menjadi subsistem, sekaligus sebagai objek yang tereduksi dari makna sejatinya. Kemudian dipersepsikan sebagai pelayanan atas kepuasan tuan-tuan berkelas seperti pemilik budak, raja atau bangsawan dan pemilik modal. Bahkan, lebih dari pada itu adalah untuk kepentingan bisnis. Melalui industri perfilman dan karya-karya tulis lah metode hegemoni dari kelas penguasa.
Laki-laki dan perempuan dipaksa ataupun terpaksa untuk menerima, membenarkan, kemudian memperagakan adegan dan tutur dalam film atau gambar-gambar bernuansa kelas. Pikiran kita diseting untuk memiliki imajinasi subjektif tentang kriteria-kriteria tertentu yang akan dijadikan pasangan ideal.
Ambil contoh, lelaki tampan adalah yang berkulit putih, tidak hitam legam, tinggi dan berotot. Sedangkan, perempuan cantik selalu identik dengan berkulit terang, hidung mancung, bibir sensual, payudara dan bokong yang menggoda.
Industri menjadikan laki-laki dan perempuan sebagai objek kepentingan, keuntungan. Industri seksualisasi tubuh perempuan dengan perempuan sendiri jadi subjek sekaligus objek. Sosiolog Catherine hakim menyatakan bahwa kapital erotis dari perempuan adalah kecantikan, daya tarik seks, ketrampilan sosial dan keaktifan strategi presentasi diri.
Tapi, ideal versi masyarakat kelas mengalami perkembangan. Berdealektika. Kriteria fisik diikat, disatukan dengan economical interest (kepentingan ekonomi). Orang-orang kaya cenderung memilih pasangan yang setara dalam strata ekonomi untuk mempertahankan ekonomi atau meningkatkan aset-aset kekayaan mereka, dan hal tersebut menciderai cinta.
Sepanjang catatan sejarah umat manusia, kita menemukan cinta yang berpolemik dan mengalami penindasan. Jika beranggapan bahwa puncak tertinggi dari cinta adalah perjuangan revolusioner, maka sudah pasti berpolemik. Jika tidak, sudah dipastikan hanya akan menerima penindasan.
Kita dapat belajar dari kisah cinta jenny von Westphalen dan karl marx. Jenny adalah anak bangsawan. Sebagai perempuan bangsawan yang terpandang, jenny diharapkan menikah dengan seorang laki-laki yang sama-sama bangsawan. Namun, sebagai perempuan yang memiliki pemikiran cerdas dan revolusioner, dia tidak sudi terperangkap dalam sudut pandang kaum bangsawan.
Bersama marx, mereka mengarungi badai kehidupan masyarakat kelas. Mengikuti dan menyemangati Marx dalam aktivitas teori dan praktek revolusionernya. Jenny adalah perempuan yang memiliki ketabahan, kesetiaan dan komitmen yang besar terhadap perjuangan. Mereka menemukan senjata teoritik dan praktek untuk melawan masyarakat kelas, melawan kapitalisme, sekaligus menuju tatanan baru.
Jenny dan Marx tidak sama seperti apa yang tergambarkan dalam opera perkawinan figaro dari mozart tentang pertantangan antar kelas dalam masyarakat feodal yang mengambil titik tolak dari hak atas keperawanan. Terdapat tradisi upeti yang menghancurkan cinta seperti model upeti primae noctis yakni hak memperawani perempuan bila diantara hamba-hambanya terjadi pernikahan.
Polemik melawan pengadilan orang-orang Eropa pun dilakukan oleh perempuan pribumi. Seperti dalam kisah Pram, tentang sanikem melawan orang-orang Eropa ketika mengganggu ketulusan cinta anak dan tamunya. “Sanikem: tuan hakim yang terhormat, tuan jaksa yang terhormat, karena toh telah dimulai dari membongkar keadaan rumah tanggaku. Aku, gundik mendiang tuan mellema, mempunyai pertimbangan lain dalam hubungan antara anakku dengan tamuku. Sanikem hanya seorang gundik. Dari kegundikkanku lahir annelies. Tak ada yang menggugat hubunganku dengan mendiang mellema, hanya karena dia Eropa. Mengapa hubungan antara anakku dengan tuan minke dipersoalkan? Padahal antara anakku dengan tuan minke ada cinta-mencintai yang sama-sama tulus. Memang belum ada ikatan hukum. Tanpa ikatan itu pun anakku lahir, dan tak seorang pun berkeberatan. Orang-orang eropa dapat membeli perempuan seperti diriku ini. Apa pembelian ini lebih benar dari pada percintaan tulus? Kalau orang eropa boleh berbuat karena keunggulan uang dan kekuasaannya. Mengapa pribumi jadi ejekan, justru karena cinta yang tulus?
O… Perempuan
Datanglah!
Di garis paling depan kita berdiri
Di garis paling depan kita bertujuan
Tanpa takut tanpa ragu
Mengawasi raja angkara murka
Membendung laju kapital
Begitulah kita bergerak
Begitulah kita memulai
Menuju altar suci tanpa lumpur
Menyatukan rasa dan otak
Lajulah kita
Begitulah kita pada hari ini
Begitulah kita pada hari esok
Kebenaran adalah kompasnya
Pembebasan adalah endingnya