Kupang – Nirmala mengaku bisa kembali ke Indonesia berkat bantuan Senator Abraham Paul Lianto, pendiri UCB. Kisahnya menjadi inspirasi lahirnya Migrant Center di UCB, sebagai ikhtiar nyata membekali generasi muda NTT dengan jalur legal dan kompetensi unggul.
Rektor UCB, Prof. Dr. Frans Salesman, S.E., M.Kes, menegaskan bahwa pihaknya siap mencetak diaspora profesional, bukan sekadar TKI.
“Kami bangga menjadi kampus pertama di NTT yang menghadirkan Migrant Center. Ini bukan hanya kirim tenaga kerja, tapi membawa nama harum Indonesia ke luar negeri,” katanya.
Universitas Citra Bangsa (UCB) Kupang kini resmi menjadi pelopor kampus vokasi di Nusa Tenggara Timur (NTT) yang melahirkan diaspora profesional untuk pasar kerja luar negeri.
Hal ini ditandai dengan peresmian Migrant Center UCB oleh Dirjen Promosi, Pemanfaatan, dan Peluang Kerja Luar Negeri (P2MI) dari Kementerian Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (KPWMI), Dwi Setiawan Susanto, pada Rabu (6/8/2025).
Kegiatan ini diawali dengan kuliah umum yang menggugah semangat ribuan mahasiswa UCB. Dalam paparannya, Dwi Setiawan menyampaikan peluang besar kerja migran profesional di Jepang dan Jerman. Ia menegaskan bahwa kompetensi dan migrasi aman adalah dua kunci utama perlindungan tenaga kerja Indonesia.
“Tidak cukup hanya dengan skill teknis, tapi juga penguasaan bahasa asing dan sikap mental yang baik. Peningkatan kompetensi adalah perlindungan terbaik bagi pekerja migran,” tegas Dwi di hadapan peserta.
Peserta pelatihan vokasi UCB pun menyambut rombongan kementerian dalam bahasa Jepang dan Mandarin. Momen ini menjadi simbol kesiapan mahasiswa menghadapi tantangan global dan menjadi tenaga kerja terlatih di luar negeri.
Dirjen P2MI juga secara simbolis meresmikan Migrant Center UCB sebagai pusat pelatihan terpadu. Fasilitas ini menyediakan pelatihan bahasa asing (Jepang, Korea, Inggris, Jerman), keterampilan teknis (keperawatan, hospitality, manufaktur), pembentukan karakter kerja, hingga sertifikasi kompetensi internasional.
“Kalau setiap kabupaten di NTT bisa kirim 500 tenaga kerja profesional per tahun, ini akan menjadi lompatan besar untuk ekonomi daerah,” ujar Dwi optimistis. Ia menambahkan bahwa Jepang saat ini membuka 850 ribu lowongan kerja yang membutuhkan tenaga asing terampil.
Suasana haru juga menyelimuti aula saat mantan TKW asal NTT, Nirmala Bonat, memberikan testimoni. Ia bercerita tentang pahitnya menjadi pekerja migran ilegal di Malaysia.
“Saya dulu berangkat tanpa jalur resmi. Disiksa majikan hingga luka parah. Sekarang saya ingin adik-adik berangkat secara legal dan aman,” ucap Nirmala, terbata-bata.
Prof. Frans juga menyebutkan bahwa saat ini sebanyak 46 mahasiswa UCB telah mengikuti pelatihan intensif bahasa Jepang dan dijadwalkan akan diberangkatkan ke Jepang secara legal dalam beberapa bulan ke depan. Langkah ini membuka pintu lebar bagi generasi muda NTT meraih masa depan cerah.
Program Migrant Center UCB juga akan disinergikan dengan kementerian, pemerintah provinsi/kabupaten, balai latihan kerja, hingga SMK dan perguruan tinggi lain di NTT. Pemerintah turut menyediakan fasilitas pembiayaan murah, pelatihan bersubsidi, dan sistem layanan digital untuk mendukung migrasi aman dan bermartabat.
(Kevin)