Lembata – Kehadiran Sultan Buton dan rombongannya di Kabupaten Lembata, Nusa Tenggara Timur, bukan hanya menyita perhatian publik, tetapi juga memantik tanda tanya besar dari kalangan legislatif. Safari budaya yang dibungkus dengan narasi Napak Tilas itu dinilai janggal karena tanpa sepengetahuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Padahal, kegiatan tersebut terlihat mendapat pendampingan penuh dari unsur Pemerintah Kabupaten.
“Ini bukan soal kedatangan tamu, tapi tentang transparansi dan tata kelola pemerintahan,” kata Wakil Ketua DPRD Lembata, Langobelen Gewura Fransiskus, kepada wartawan. Ia mengaku kaget saat mengetahui Bupati Kanis Tuaq, Wakil Bupati Nasir La Ode, hingga sejumlah pimpinan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) turut serta dalam rombongan menyambut Sultan Buton.
Pertanyaannya sederhana, ujar Langobelen: apakah kunjungan ini merupakan agenda resmi antar pemerintah daerah? Jika iya, mengapa tak pernah dibahas di ruang paripurna atau diinformasikan secara resmi ke DPRD? Jika bukan, lalu atas nama siapa pemerintah daerah ikut memfasilitasi?
Dalam tata kelola pemerintahan daerah, kerja sama antar wilayah telah diatur secara rinci melalui PP No. 28 Tahun 2018 dan diperjelas dalam Permendagri No. 22 Tahun 2020. Artinya, setiap bentuk hubungan atau kunjungan antar pemerintah daerah wajib melalui mekanisme formal. “Bukan karena tidur malam lalu mimpi dan langsung dilaksanakan keesokan harinya,” kritik Langobelen.
Ia menegaskan, DPRD Lembata tidak pernah menerima permintaan persetujuan atau pemberitahuan apapun terkait kegiatan tersebut. “Kalau ini sekadar kunjungan keluarga, kami tak punya urusan. Tapi bila pemerintah ikut terlibat dan menggunakan fasilitas negara, maka kami perlu tahu. Ini uang rakyat,” tegasnya.
Langobelen juga menyentil soal kemungkinan keterlibatan anggota DPRD dalam kegiatan tersebut. Menurutnya, keterlibatan itu sah-sah saja selama atas nama pribadi, bukan atas nama lembaga. Ia pun yakin, para legislator memahami batas antara kepentingan pribadi dan lembaga. “Setiap tindakan anggota DPRD harus bisa dipertanggungjawabkan,” katanya.
Apakah ini murni safari budaya atau ada maksud lain di balik langkah Sultan dan para penyambutnya?
(Kevin)