Gong KPU telah berbunyi pertanda kontestasi politik mulai berjalan. Para Calon Presiden, Legislatif, bersama Tim Pemenangan mereka masing-masing mulai bekerja dengan turun di tiap-tiap daerah.
Mereka mulai membuat visi dan misi, mengumbar janji ke sana kemari hanya untuk mendapatkan simpati dari masyarakat. Ada yang datang membawa gagasan, dan yang bahayanya ada oknum yang tidak memiliki gagasan tapi memiliki amplop, semua mereka jalankan tanpa memiliki akal sehat, tanpa memiliki kewarasan, logika mereka mati hanya ingin memperebutkan kursi empuk yang bernama kekuasaan.
Semuanya yang kita lihat, dengar, dan rasakan adalah sebuah keniscayaan yang penuh kemunafikan. Mereka berteriak atas nama rakyat, padahal semua itu hanya manipulasi belaka, ujung-ujungnya rakyat menjadi korban kemunafikan dari oknum-oknum politisi ini.
Munafik diartikan sebagai berpura-pura atau omong kosong, dan sifat munafik dalam politik adalah perbuatan paling jahat. Sebab, orang munafik adalah orang yang melakukan sesuatu tidak sesuai dengan ucapannya, alias omong kosong.
Kita tahu, seorang pemimpin yang baik tentu memberikan teladan perbuatan yang baik kepada masyarakatnya, bukan hanya nasehat melainkan perbuatan yang sesuai dengan apa yang dikatakan.
Pemimpin yang baik juga memahami bahwa tanggung jawabnya lebih utama dari pada untuk memenuhi kesenangan sendiri, (tentu kesenangan yang dilandasi nafsu untuk mencintai dunia).
Pemimpin yang baik lebih mencintai dan mengutamakan kepentingan masyarakat karena dia sadar, bahwa tatkala diberi amanah sebagai pemimpin di hatinya berkata, bahwa dirinya adalah pelayan. Dia berbuat dan melayani tidak berharap apa pun dari dunia, melainkan berharap akan Surga.
Sebagai masyarakat pun perlu cerdas dalam memilih, jangan mau ikuti mereka yang penuh dengan kemunafikan. Ada banyak politikus yang baik dan mereka siap bekerja untuk rakyat. Mereka condong mendengar keluhan dari masyarakat bukan mendengar keluhan dari anak istri.
Pemimpin yang baik itu adalah pemimpin yang rendah hati. Meskipun dia sebagai pemimpin, dengan sifat rendah hatinya dia dapat menyempurnakan kepatuhan dan kesalehannya. Seorang yang patuh dan Sholeh itu menjadi sangat penting dalam memimpin.
Namun perlu dibedakan, bahwa rendah hati berbeda dengan rendah diri. Rendah hati bagi kaum yang termarjinalkan merupakan sebuah sikap atau kebiasaan sehari-hari. Sementara rendah diri dan kemunafikan hanyalah sikap pengantar bagi para oknum politisi pecundang.
Dengan kerendahan hati seorang pemimpin akan benar-benar melayani masyarakat bukan sekedar slogan. Maka sifat ini menjadi kriteria utama dalam menentukan seorang pemimpin
Pemimpin yang baik juga tidak mengumbar janji manis, ia selalu mengingat akan janjinya, ia sadar bahwa mengingkari janji adalah sebuah Kepalsuan atau sebuah omong kosong.
Selanjutnya, pemimpin yang baik adalah pemimpin yang selalu berpihak kepada rakyat kecil bukan mereka yang berpihak pada orang yang memiliki segalanya, seperti para oknum pengusaha kotor, atau berpihak pada mereka yang memiliki jabatan tertentu, sementara kaum yang termarjinalkan diabaikan. Jika ini terjadi, maka bisa dikatakan bahwa ini adalah sebuah kejahatan yang luar biasa terhadap rakyat.
Padahal hal-hal keji seperti itu harusnya dihindari. Dengan begitu, maka tidak akan ada dusta diantara kita.
Seorang ahli berkata, “Barang siapa yang sedikit jujurnya maka dia sedikit temannya. Kejujuran memberikan informasi tentang sesuatu sesuai fakta. Kejujuran didorong oleh akal yang memastikan, dan ayat suci yang menguatkan. Sedangkan kebohongan dilarang oleh akal dan dihalangi oleh ayat Suci.
Wahai pemimpin jika engkau sampai terkenal sebagai seorang pembohong atau pendusta maka lenyaplah harga dirimu. Ucapanmu tidak akan dihiraukan bahkan anda akan dilihat dengan pandangan hina. Sadarlah!!!
Sebagai akhir, melalui tulisan ini, saya mengajak seluruh masyarakat terutama Gen-Z untuk cerdas dalam memilih, sebab ke depan, Indonesia akan menjadi milik anak muda, bukan milik mereka yang tua, atau bukan milik mereka para koruptor itu. Kita sadar betul, bahwa Kesempurnaan memang tidak ada bagi manusia yang ada di bawah matahari, namun adanya pemilu bukan untuk kita memilih memilih yang terbaik, melainkan mencegah yang terburuk berkuasa.
Sebagai generasi muda harusnya punya keberanian untuk melawan ketidakadilan yang terjadi di negeri ini, selamatkan mereka yang tertindas sebagaimana Soekarno mencetuskan Marhaenisme yakni untuk mengangkat harkat hidup Massa Marhaen (terminologi lain dari rakyat Indonesia) yang memiliki alat produksi namun (masih) tertindas