banner 468x60
BeritaProv Nusa Tenggara Timur

SKANDAL AIR: Badan Pengawas PDAM Lembata Langgar Aturan, Teken Keputusan Sepihak Tanpa Kewenangan Lewat “Berita Acara” atau Surat Kaleng?

Avatar photo
2227
×

SKANDAL AIR: Badan Pengawas PDAM Lembata Langgar Aturan, Teken Keputusan Sepihak Tanpa Kewenangan Lewat “Berita Acara” atau Surat Kaleng?

Sebarkan artikel ini

LEWOLEBA — Polemik di tubuh Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kabupaten Lembata kembali menjadi sorotan setelah terbitnya sebuah dokumen resmi yang disebut Berita Acara Hasil Rapat Badan Pengawas, bernomor 01/DP-PDAM/VII/2025, bertanggal 1 Juli 2025. Dokumen yang seharusnya menjadi hasil keputusan kolektif tersebut justru memuat berbagai kejanggalan administratif yang dianggap tidak sah dan berpotensi melanggar hukum. Wakil Ketua DPRD Kabupaten Lembata, Langobelen Gewura Fransiskus, yang juga adalah Ketua DPC PDI Perjuangan Lembata, menyebut dokumen ini sebagai “ Preseden buruk dan bentuk penyalahgunaan otoritas dalam BUMD milik daerah.”

Menurut Langobelen, berita acara pada prinsipnya adalah hasil kesepakatan dari beberapa pihak yang hadir dalam suatu rapat atau pertemuan resmi. Dokumen ini seharusnya mencerminkan keputusan bersama yang dibuktikan melalui kehadiran tanda tangan dari pihak-pihak terkait. Namun dalam kasus ini, berita acara hanya ditandatangani oleh satu orang saja—yakni Paskalis Ola Tapo Bali, yang mengatasnamakan Badan Pengawas PDAM. “Kalau hanya satu orang yang tanda tangan, ini bukan berita acara, ini surat kaleng yang dipaksakan,” kritiknya keras.

banner 468x60

Ia menambahkan bahwa badan pengawas tidak bisa diwakili oleh satu orang saja. Sesuai Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2003 tentang PDAM, jumlah badan pengawas harus paling sedikit tiga orang dan bersifat kolektif kolegial. “Kalau yang dimaksud dengan badan pengawas hanya satu orang, lalu bagaimana pengambilan keputusan strategis dilakukan? Mana legalitasnya?” ujarnya mempertanyakan.

Baca Juga :  Jumlah Dana Bos Yang Fantastis Belum Berdampak Pada Pemeliharaan Fasilitas SMK Negeri 1 Balige

Dalam isi dokumen tersebut, tercantum sejumlah keputusan penting yang justru dikeluarkan oleh satu orang pengawas. Di antaranya: mencabut Surat Keputusan Direktur PDAM tentang pemberhentian proses seleksi calon pegawai dan menetapkan serta mengangkat kembali calon pegawai berdasarkan hasil seleksi sebelumnya. “Bagaimana mungkin satu orang mengambil keputusan sepenting itu tanpa konsultasi ke pihak-pihak yang secara hukum lebih tinggi, termasuk bupati sebagai Kuasa Pengguna Modal?” tegas Langobelen.

Ia menjelaskan, dalam struktur organisasi PDAM, pengambilan keputusan besar harus melalui otoritas berjenjang: mulai dari Direktur hingga Bupati. Fungsi badan pengawas adalah mengawasi, bukan mengambil alih kewenangan strategis. “Kalau begini, pengawas malah bertindak seperti direktur atau bahkan melampaui bupati. Ini sudah kebablasan,” katanya.

Kejanggalan lain yang dianggap fatal adalah kesalahan penulisan hari dan tanggal dalam berita acara. Dokumen menyebutkan bahwa rapat digelar pada hari Senin, 1 Juli 2025. Padahal, berdasarkan kalender nasional, tanggal 1 Juli 2025 jatuh pada hari Selasa. “Kalau hari dan tanggal saja salah, ini menandakan dokumen dibuat tanpa kehati-hatian. Patut diduga tidak melalui proses rapat sebenarnya,” ujar Langobelen.

Kop surat dalam dokumen tersebut juga memperlihatkan ketidaksesuaian antara judul dan isi. Disebutkan bahwa rapat melibatkan Badan Pengawas dan Direktur PDAM, namun hanya terdapat satu tanda tangan, yaitu dari pihak pengawas. Tidak ada tanda tangan Direktur PDAM atau perwakilan lain yang bisa menguatkan bahwa dokumen tersebut merupakan hasil pertemuan formal. “Kalau begini, isi dokumen hanya klaim sepihak yang sangat berbahaya,” tegasnya.

Baca Juga :  Kecelakaan Lalu Lintas Bus Operanto Dengan Bus Pariwisata Akibatkan 2 Luka Berat Dan 15 Luka Ringan

Ia juga menyoroti ketidaksesuaian antara isi poin-poin dalam berita acara. Di satu sisi, pengangkatan kembali calon pegawai disebut sebagai keputusan. Namun pada bagian lain, masih direkomendasikan untuk menyusun peraturan kepegawaian. “Kalau peraturannya belum ada, berdasarkan apa calon pegawai diangkat kembali? Ini bertentangan secara logika manajemen dan hukum,” katanya.

Yang lebih memprihatinkan, dokumen tersebut tidak mencantumkan satu pun dasar hukum yang menjadi rujukan. Tidak ada kutipan dari Perda, Peraturan Pemerintah, atau Peraturan Direksi yang bisa menjadi payung hukum dari keputusan yang diambil. “Ini jelas keputusan yang tidak punya landasan hukum. Apa pun alasannya, ini tidak sah,” ujarnya.

Langobelen juga menyoroti alasan pencabutan SK penghentian seleksi pegawai. Ia mempertanyakan apa dasar pertimbangan yang digunakan, dan siapa yang memberi mandat untuk mencabutnya. “Apakah ada evaluasi objektif? Apakah bupati memberi instruksi? Atau ini murni keputusan sepihak dari seorang pengawas tunggal?” tanyanya retoris.

Ia menegaskan, hingga saat ini tidak pernah ada perintah dari Bupati Lembata untuk mencabut SK tersebut. Maka keputusan dalam berita acara itu dianggap telah melampaui kewenangan yang dimiliki pengawas. “Ini bukan hanya menabrak aturan, tapi juga bentuk pembangkangan terhadap sistem pemerintahan daerah,” ungkapnya.

Baca Juga :  Surat Terbuka Untuk Bupati Malaka, dr. Stefanus Bria Seran, MPH, dan Wakil Bupati Malaka, Hendri Melki Simu, AMd

Selain itu, ia menyayangkan jika rekomendasi dan fungsi pengawasan DPRD dianggap tidak lebih dari formalitas. Menurutnya, keputusan sepenting ini seharusnya dikonsultasikan dengan legislatif. “Kalau begini, seolah DPRD hanya jadi penonton. Ini mencederai semangat pengawasan yang seharusnya dijalankan bersama,” ujarnya.

Langobelen pun mendesak Bupati Lembata untuk segera membatalkan dokumen yang dianggap bermasalah tersebut. Ia menilai, jika ini dibiarkan, maka akan menjadi preseden buruk bagi pengelolaan semua Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) di Lembata. “Bayangkan kalau setiap pejabat bisa bikin surat sendiri dan menetapkan kebijakan sendiri. Ini bahaya,” katanya.

Ia juga mendorong dilakukan evaluasi menyeluruh terhadap keberadaan Badan Pengawas PDAM saat ini. Jika benar hanya terdiri dari satu orang, maka keabsahan semua keputusan sebelumnya patut ditinjau ulang. “Organisasi publik harus tunduk pada prinsip kolektif kolegial. Kalau prinsip ini diabaikan, maka kehancuran hanya tinggal menunggu waktu,” tegasnya.

Wakil Ketua DPRD ini menutup pernyataannya dengan menegaskan bahwa dirinya tidak akan tinggal diam. Ia akan terus mendorong pengusutan kasus ini hingga tuntas dan memastikan publik mendapat kejelasan. “Ini bukan sekadar kesalahan administrasi, ini soal integritas pemerintahan. Jangan pernah anggap enteng,” pungkas Langobelen.

(Kevin)

banner 468x60
banner 468x60
error: Content is protected !!