banner 468x60

Tragedi Ekologis Di Tanah Batak, Warga Baktiraja Korban Banjir Masih Dihantui Rasa Takut

Avatar photo
Konfrensi Pers Tragedi Ekologis Di Tanah Batak Yang Dilaksanakan Di Sitalbak Coffe Yang Dihadiri Narasumber Aktivis Pegiat Lingkungan, Tokoh Agama Dan Masyarakat Korban Bencana Baktiraja Kabupaten Humbahas, Sumatera Utara.
banner 468x60

Humbahas – Banjir di Desa Simangulampe, Kecamatan Baktiraja, masih meninggalkan duka yang mendalam. Dan bukan hanya berhenti disitu saja, warga Baktiraja juga sangat khawatir dan takut akan datangnya longsor dan banjir susulan selama curah hujan masih tinggi. Hal ini disampaikan oleh Stevani Silaban warga Desa Simangulampe, Kecamatam Baktiraja, Kabupaten Humbang Hasundutan,(Sumut) pada konfrensi Pers bersama Aktivis Lingkungan yang dilaksanakan di Sitalbak Coffe Doloksanggul.( 11 Desember 2023)

“ Sampai sekarang Bakara itu curah hujan yang masih tinggi, masyarakat masih khawatir akan bukit mana yang akan banjir dan longsor.” jelas Stevani Silaban warga Baktiraja.

banner 468x60

Stevani menjelaskan bahwa bencana alam Longsor dan Banjir yang mengerikan itu menurutnya sangat luar biasa,

“ Batu yang datang dari bukit tersebut bukan berguling tapi bergeser turun ke bawah,” kata Stevani.

Dan dijelaskannya pula masih mempertanyakan bahwa mengapa jutaan batu-batuan yang ukuran besar turun dari perbukitan yang menjadikan bencana bagi mereka, dan kejadian tersebut dituding karena adanya penggundulan hutan di atas areal bukit-bukit Simangulampe, Baktiraja.

“ Kejadian mengerikan tersebut terjadi dimalam hari, yang pertama lumpur yang datang. Kami anak muda Baktiraja mengutuk siapa saja yang menggunduli hutan tersebut, karena hal itu menjadikan ancaman bagi nyawa kami.” sambungnya.

Lebih lanjut, Stevani Silaban juga mengapresiasi Tim Pencari Korban, hingga saat ini masih (11 Desember 2023) berusaha mencari 10 korban yang masih belum ditemukan. Stevani dan Masyarakat berharap agar 10 korban yang belum ditemukan dan pemerintah memperhatikan penggundulan hutan disekitaran bukit Baktiraja.

Baca Juga :  Polres Simalungum Berhasil Menangkap Dua Pengedar Shabu dalam Penggerebekan di Perkebunan Sifef

Togu Simorangkir aktivis Lingkungan memberikan pandangannya bahwa bencana ekologis tersebut adalah efek jangka panjang dari perusakan lingkungan disekitaran Danau Toba.

“ Saya turut berbelasungkawa atas kejadian di Siparmahan, Sihotang, maupun yang ada di Simangulampe, semoga juga proses pencarian korban di Simangulampe masih bisa terus dilakukan untuk beberapa hari kedepan dan dapat ditemukan korbannya. Tragedi bencana Ekologis yang terjadi akhir-akhir ini itu merupakan efek yang sangat panjang atas terjadinya kerusakan-kerusakan lingkungan di ekosistem Danau Toba. Saya tidak terkejut sebenarnya dengan kejadian tersebut, karena sudah bisa kuprediksi akan terjadi bencana-bencana ketika didaerah hulunya sudah rusak. Makanya kita sampai ada aksi di Jakarta dua tahun yang lalu untuk menuntut TPL itu ditutup.” Jelas Togu Simorangkir lewat interaksi online langsung.

Togu Simorangkir juga menyampaikan bahwa hal yang paling merusak lingkungan itu adalah bukan pelaku illegal tapi yang paling merusak secara besar-besaran menurutnya adalah yang Legal yang diberikan ijin oleh pemerintah.

“ Banyak orang selalu mengatakan illegal loging itulah yang merusak lingkungan. Kalau kita mau jujur yang legal itu sebenarnya yang merusak lingkungan, Pemerintah mengeluarkan ijin untuk penanaman hutan eukaliptus itu adalah sistem yang salah. Jadi pemerintah menurut saya jadi harus bertanggungjawab terhadap perijinan yang telah diberikannya kepada Corporasi untuk mengambil hutan di Tanah Batak. Jadi Pemerintah tidak bisa lepas tanggung jawab terhadap hal ini, jika kita tidak mau panen bencana dikemudian hari, Pemerintah harus mencabut ijin perusahaan-perusahaan yang merusak lingkungan yang menghancurkan ekosistem Danau Toba baik itu yang ada dihulu maupun yang ada dihilir Danau Toba,” kata Togu Simorangkir.

Baca Juga :  Perpisahan Siswa Sekolah Dasar Negeri SDN 173395 Doloksanggul Diduga Jadi Ajang Pungli

Pendeta Jurito Sirait yang mewakili tokoh agama dalam kegiatan tersebut mengatakan bahwa, keserakahan manusia itulah yang merusak kehidupan manusia itu sendiri.

“ Tuhan menciptakan bumi ini dan segala isinya baik, itu pasti baik. Dan Tuhan menciptakan segala ciptaanNya itu mencukupkan untuk ciptaannya itu sendiri, kalau dalam ilmu biologi yaitu rantai makanan, hanya saja manusia dengan naluri kebinatangannya meninggalkan naluri ke Ilahiannya. Kita harus ingat bahwa kita diciptakan Tuhan dengan hembusan nafas jadi kita sangat ada unsur RohNya. Jadi kita melupakan ke Ilahian sehingga yang tinggal hanya sifat manusianya saja yang menurut ilmu biologi disamakan dengan binatang.” Jelas Tokoh Agama pegiat lingkungan tersebut.

Dipertegasnya pula bahwa keserakahan Manusia itu sendirilah yang menimbulkan bencana bagi manusia itu sendiri.

“ Kebinatangan itu atau Keserakahan itulah yang merusak kehidupan manusia itu sendiri, siapa itu? Orang-orang yang mau produksinya tinggi yang merupakan Corporasi dan kapitalis, yang mereka-mereka ini yang Tuhannya bukanlah Tuhan/Debata tapi sudah mempertuhankan Uang. Tidak perduli dengan nilai-nilai kemanusiaan dan tidak perduli dengan kerusakan.” Tegas Pendeta Jurito Sirait.

Baca Juga :  Untuk Mengetahui Keadaan Wilayah, Babinsa 1621 Melakukan Hal Ini

Dikesempatan tersebut Pendeta Jurito Sirait juga menyampaikan bahwa sangat pentingnya menjaga lingkungan hidup dan sebagai manusia ciptaan Tuhan dengan tanggung jawab moral harus menjadi kewajiban untuk menjaga lingkungan.

Hal senada juga disampaikan oleh Anggiat Sinaga koordinator Aliansi Gerakan Tutup TPL yang selama ini vokal untuk menyuarakan agar segala aktivitas PT. TPL ( Toba Pulp Lestari) ditutup.

“ Kekuatan rakyat harus digalang untuk melawan pengrusakan alam. Saya pikir para Tokoh dan aktivis yang selama ini sudah membelot harus segera bertobat. Kita harus sama-sama kembali berjuang, untuk mengusir Tuan perusak Lingkungan itu, dan semangat itu harus kita gelorakan.” Tegas Anggiat Sinaga.

Menurut Anggiat bahwa pendidikan politik khususnya terhadap lingkungan harus digelorakan, dan bagaimana melestarikan ekosistem tersebut disekitaran Danau Toba. Pernyataan Togu tersebut disambut oleh teriakan “ Tutup TPL” oleh peserta yang hadir mengikuti kegiatan tersebut.

“ Tutup TPL,,, Tutup TPL…! ” teriak para peserta yang menghadiri kegiatan tersebut.

 

(Timbul Simanjuntak)

 

banner 468x60
Penulis: Timbul SimanjuntakEditor: Timbul Simanjuntak
error: Content is protected !!