banner 468x60
Opini

Kontradiksi Dalam Realitas Penegakan Hukum Tindak Pidana Pencucian Uang

Avatar photo
1295
×

Kontradiksi Dalam Realitas Penegakan Hukum Tindak Pidana Pencucian Uang

Sebarkan artikel ini

Oleh : Galih Rizqi Ramadhan,SH

Gambar ||Galih Rizqi Ramadhan,SH Dan Illustrasi Tindak Pidana Pencucian Uang

Perkembangan ekonomi dan teknologi yang begitu pesat berpengaruh terhadap kejahatan dengan metode baru yang menggunakan kecerdasan intelektual. Salah satu bentuk kejahatan dengan tipologi baru yang berbahaya dan besarnya korban adalah Pencucian Uang juga dikenal sebagai Money Laundering (TPPU).

TPPU merupakan perbuatan kriminal yang berupa proses aset tunai yang diperoleh dari tindak pidana yang dimanipulasi sehingga seolah-olah berasal dari sumber yang sah. Para pelakunya memiliki tujuan untuk memindahkan atau menjauhkan si pelaku dari kejahatan yang menghasilkan Proceeds Of Crime, memisahkan Proceeds Of Crime dari kejahatan yang telah dilakukan, menikmati hasil kriminal tanpa dicurigai, dan mengembalikan hasil kejahatan untuk kejahatan selanjutnya atau ke dalam bisnis yang sah.

banner 468x60

Pencucian uang menurut Billy Steel, merupakan “it seem to be a victimless crime”. Dalam bagian umum Penjelasan Undang-Undang No. 8 Tahun 2010, “Pencucian uang atau money laundering adalah tindak pidana yang berusaha menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan yang merupakan hasil dari tindak pidana dengan berbagai cara agar harta kekayaan hasil tindak pidana sulit untuk ditelusuri oleh aparat penegak hukum, sehingga dengan leluasa memanfaatkan harta kekayaan tersebut untuk kegiatan yang sah maupun tidak sah.

Baca Juga :  Elemen Kekerasan Terhadap Perempuan adalah Ketidaktahuan dan Keenganan Untuk Melawan

Pada pasal 69 Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang yang menyebutkan bahwa untuk dapat dilakukan penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tindak pidana pencucian uang tidak wajib dibuktikan terlebih dahulu tindak pidana asalnya, artinya perkataan *TIDAK WAJIB* tersebut pada pasal 69 dapat diartikan sebagai bentuk “tidak dilarangnya proses pembuktian dari tindak pidana asal yang dilakukan terlebih dahulu, atau dapat dikatakan untuk membuktikan tindak pidana asal terlebih dahulu sebelum membuktikan adanya tindak pidana pencucian uang”.

Hal tersebut menurut pemikiran saya sebagai Advokat adalah sesuatu kesempatan yang menguntungkan, karena dapat mengulur waktu agar kami dapat mempersiapkan dalih untuk membela dan menyelamatkan klien kami beserta aset besar yang dimilikinya.
Harta kekayaan yang berasal dari tindak pidana merupakan unsur yang harus dibuktikan melalui pembuktian terbalik (Pasal 77 dan 78 ayat (1) dan (2). Tujuannya adalah untuk menyita harta yang diperoleh dari kejahatan, bukan untuk menjatuhkan hukuman badan kepada terdakwa, karena jika terdakwa dihukum dengan pembuktian terbalik, itu melanggar asas pidana, yaitu asas praduga tak bersalah (Presumption Of Innocence).

Baca Juga :  Indonesia Darurat Tindak Pidana Pencucian Uang

Oleh karena itu UU TPPU menggunakan asas praduga bersalah (Presumption Of Guilty).
Hal tersebut menurut saya sebagai Advokat, ketentuan tentang pembuktian terbalik yang dilakukan dalam TPPU akan memberikan kesempatan bagi para oknum/penjahat untuk melakukan tindakan siasat jahat untuk mengamankan aset kekayaan hasil TPPU tersebut dengan cara misalnya : (melibatkan stage holder perusahaan yang mempuni untuk dapat menampung, mengolah dan memanipulasi hasil TPPU, menjadikan suatu pemasukan yang sebelumnya ilegal menjadi legal dengan surat-surat yang sah, juga dengan adanya campur tangan pihak lain seperti pemerintah atau pejabat yang berwenang untuk memuluskan pekerjaan haram yang sangat besar dan menguntungkan “dalam tanda kutip” tersebut menjadi legal, sah, terstuktur dan sistematis, sehingga sulit untuk di kuak).

Baca Juga :  Krisis Ekologis di Tano Batak

Dalam realitas banyak sekali cara mafia yang bisa diterapkan di bumi kita tercinta ini. Jadi para penegak hukum harus pintar dan cerdas juga cerdik dalam mengambil tindakan hukum yang diperlukan sebagai PRIMUS INTERPARES penegakan hukum, agar tidak ada celah bagi para penjahat melakukan siasat, karena selama ini kalau saya lihat di dunia bawah tanah, sepertinya lebih pintar penjahat dari pada Penegak hukum, dan ternyata yang harus kita pelajari adalah perkembangan kejahatannya dulu, bukan hukumnya, setelah mengetahui perkembangan algoritma kejahatannya, baru kita ciptakan hukum yang tepat untuk menganulir kejahatan demi terciptanya keadilan yang hakiki.

 

Penulis : Advokad Galih Rizqi Ramadhan, S.H.
Advokat DPN PERADI
Medan, Juni 2024.

banner 468x60
error: Content is protected !!